Fase
Krisis: 1997-2001
Ketika
sektor pertanian harus menanggung dampak krisis ekonomi untuk
menyerap limpahan tenaga kerja sektor informal dan perkotaan, daya tahan
sektor pertanian tidak cukup kuat. Benar, pada periode 1998-2000sektor
pertanian sempat menjadi penyelamat ekonomi Indonesia, itu pun
karena
limpahan lonjakan nilai tukar dollar AS yang dinikmati komoditas
ekspor
sektor pertanian terutama perkebunan dan perikanan. Namun ketika
basis
utama untuk membangun kualitas pertumbuhan sektor pertanian
dilupakan
begitu saja, sektor pertanian hanya tumbuh sekitar 1-2 persen.
Tingkat
pertumbuhan sebesar itu tentu saja tidak mampu menciptakan
lapangan
kerja, apalagi jika harus menyerap pertumbuhan tenaga kerja baru,
terutama
di pedesaan.
Akibatnya
dalam dua tahun terakhir sektor pertanian (dan petani)
terus-menerus
terpojok dan terpinggirkan. Tidak perlu disebut lagi betapa
pada
musim kemarau petani harus menderita paling parah karena
infrastruktur
penting seperti bendungan dan saluran irigasi lalai diurus, baik
oleh
Pemerintah Pusat maupun oleh Pemerintah Daerah. Kualitas jalan
rusak
parah dan mengganggu sistem distribusi komoditas strategis, sehingga
meningkatkan
biaya transportasi secara signifikan. Dampak berikutnya
adalah
harga jual di tingkat konsumen melambung tinggi dan harga di tingkat
petani
produsen nyaris tidak berubah, sehingga tidak cukup menjadi insentif
bagi
petani untuk meningkatkan produksi dan produktivitasnya. Dalam
bahasa
ekonomi, elastisitas transmisi harga dari konsumen ke produsen
sangat
kecil sehingga petanilah yang harus menanggung perbedaan harga di
tingkat
konsumen dan tingkat produsen tersebut.
Fakta
dan data sampai saat ini masih tidak terlalu berubah drastis
bahwa
sektor pertanian masih merupakan basis ekonomi rakyat di
pedesaan,
atau masih merupakan tumpuan harapan bagi hampir 80 persen
penduduk
Indonesia. Walaupun pangsa terhadap perekonomian PDB telah
menurun
menjadi sekitar 16 persen saja, sektor pertanian masih mampu
menyerap
sekitar 50 persen tenaga kerja, terutama di pedesaan. Dengan
kata
lain, Indonesia masih memerlukan sektor pertanian sebagai basis
pembangunan
ekonomi sampai sekian tahun ke depan. Sektor pertanian
saat
ini jelas memerlukan langkah-langkah nyata untuk merangsang
investasi,
meningkatkan nilai tambah dan mencari pasar-pasar baru di dalam
negeri
dan luar negeri. Keseriusan upaya merangsang pertumbuhan tinggi di
sektor
pertanian adalah suatu keharusan, apabila pengembangan sistem
agribisnis
berkerakyatan yang lebih modern dan mengikuti irama
desentralisasi
dan responsif terhadap perubahan global, memang akan
dijadikan
prioritas. Namun perubahan kebijakan desentralisasi ekonomi dan
Otonomi
Daerah yang seharusnya membawa kesejahteraan pada
masyarakat,
ternyata hanya menimbulkan euforia politik berupa perubahan
kewenangan
pada sekolompok kecil elit di daerah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar